Selasa, 26 Februari 2013

terlambat

"Hei", ku balas senyumnya. Oh God! Cuma dia! Cuma dia orang yang aku taksir, tapi masih bisa ku sapa! Hoo.. Rasanya ingin menari diudara. Bahagia tak terkira. Duh, tak ku sangka rasakan cinta.

***

"Ayolah..", ku bujuk Kahlil.

"Hem.. Males ah!", Kahlil memang terlihat berekspresi malas.

"Pliiis..", aku memelas.

"Hem...", aku sebal lihat dia sok berpikir seperti itu. "Iya deh. Hehe."

"Yak!", aku senang sekali berhasil membujuknya.

"Kenapa?", Sheena, sobatku, yang baru datang dari kantin bingung melihatku yang girang.

"Ada astrofest di UNITEK, ikut yuk. Aku sama Kahlil mau kesana, bareng anak KIR", ajakku pada Sheena.

Sheena terlihat berpikir.

"Malu ah. Aku kan bukan KIR."

"Santai aja sih. Kan ada kita, ya gak, Lil?"

Kahlil mengangguk.

Sheena terlihat berpikir, tapi akhirnya menganggukan kepala.

"Yeaaay!", aku girang sekali.

But.. I have bad feeling, behind. Gak lah.. Sheena kan sahabatku. Aku coba menepis semua prasangkaku pada Sheena. Tapi, Sheena juga tidak tahu kalau aku naksir Kahlil. Hem, lihat nanti deh. Aku juga tidak akan memberi tahu Sheena dulu. Aku ingin tahu dulu perasaan Sheena.

***

"Siapa doong?"

"Ada deh!"

"Kahlil ya?", Ipang menggodaku. Menggoda cemburu, mungkin. Karena beberapa waktu sebelumnya aku pernah menolak ajakannya untuk berpacaran.

"Ari?! Kamu sama Kahlil?", Maya tiba-tiba menghentikan aktivitas lab nya.

"Enggak ih! Ipang bigos nih!"

"Aah.. Iya juga gak apa-apa sih! Cocok tau kalian. Hahaha", Maya malah ikut menggoda.

Ish, kalian bikin aku seneng aja, gumanku dalam hati. Ya, semoga.

***

Aku lihat perubahan kedekatan Sheena dan Kahlil. Sejak insiden kaki Sheena yang patah, di expo UNITEK beberapa waktu lalu. Karena badan Kahlil paling besar dan kekar, jadi dia yang menggendong Sheena kemana-mana. Aku cemburu, tapi aku juga lebih ingin Sheena segera mendapat pertolongan.

Kami memang sudah bersahabat sejak masuk SMA, tapi sekarang mereka berbeda. Aku seperti tidak nyaman lagi berada diantara mereka. Chemistry mereka sudah berbeda. Aku malas bersama mereka, meskipun mereka masih menyertakan aku dalam pembicaraan mereka, tapi aku juga bisa merasakan frequensi perasaan yang sudah tidak bisa ku tangkap lagi.

Benar saja.

Aku tanpa sengaja baca sobekan kertas berisi puisi tulisan Sheena.

Dia yang berada diarah jam 12..

Oh, God! Sheena! Kahlil duduk persis di depan Sheena.

Sheena tiba-tiba datang. Langsung ku tunjukan kertas puisi itu padanya.

"Sheena! Kok kamu ga cerita sih!", ku tunjukan kertas puisi itu padanya.

"Ariii..! Kamu dapet itu darimana?!", Sheena panik dan langsung merebut kertas itu.

"Di lantai, di bawah meja. Kok ga cerita siiih? Kahlil kan?", aku berusaha menggoda Sheena. Padahal aku sendiri patah hati.

"Shuut! Ih, jangan bilang-bilang ya?", Sheena masih panik.

Lututku lemas, bahu ku lunglai, semua rangka terasa sulit menopang tubuhku. Tuhaaan! Selesai semua.

"Iih.. Tapi kok ga ceritaaa!", aku pura-pura marah.

"Habisnya malu.. Takut digodain kamu kalau ada dia..", Sheena malu-malu.

"Hahaha.. Sohibku iniii..", aku cubit pipi Sheena sambil tersenyum gemas. Tapi aneh, aku yang merasakan sakitnya. Tapi di hati.

***

Sebulan kemudian, mereka jadian. Senang tapi sedih. Campur aduk. Aku senang kalau Sheena bahagia, tapi aku juga sakit. Karena mungkin aku tidak akan pernah bisa bersama Kahlil. Aku tidak pernah mau pacaran dengan mantan pacar sahabatku. Rasa cemburunya berbeda. Lebih sakit, seperti saat ini.

Kahlil menulis status dalam jejaring sosialnya

Mencoba mengubah sudut pandang. Yang tadinya tidak dulu, jadi boleh deh.

Status itu agak membuatku sesak juga. Karena suatu ketika kami, aku dan Kahlil, pernah diskusi tentang pacaran, dan konsep tidak dulu adalah konsepku, dan di setujui Kahlil. Tapi, nasi sudah menjadi bubur.

Aku coba membuka diri. Aku pasti bisa. Karena aku adalah sahabat mereka. Yang aku doakan adalah mereka everlasting, karena kalau mereka putus, aku yang akan lebih sakit.

***

6 tahun setelahnya..

Sheena dan Kahlil putus. Oh Tuhan!

Kami semua tidak satu kampus. Begitu aku dapat kabar itu, rasanya seperti ada petir dan hujan bunga. Bukan Sheena atau Kahlil yang cerita, tapi Dilla, teman sekampus Sheena. Tapi aku merasa sesak. Ya, tepat seperti yang aku perkirakan. Aku merasakan sakit itu. Hem..

Tapi aku harus mencoba menutup hati dari Kahlil. Karena Kahlil adalah mantan Sheena.

Yang menambah dilemaku, adalah saat reuni SMA. Aku tak sengaja bertemu Kahlil di perjalanan, sehingga aku pergi bersama Kahlil ke acara tersebut. Akhirnya teman-teman menggoda kami, dan menggosipkan kami pacaran.

"Peje.. Peje...", goda teman-teman.

Aku jelas salah tingkah. Saat itu tak ada Sheena, karena Sheena sudah bekerja di kota lain.

"Lil, bilangin lah ke anak-anak..", aku memohon dia mengkarifikasi di acara reuni itu.

Kahlil balas dengan senyuman.

"Udahlah.. Kita bukan anak kecil lagi juga..", ujar Kahlil enteng.

Hem.. Iya juga sih.

"Btw, kamu single kan? Belum ada pacar atau calon?", celetuknya tiba-tiba.

Nah, loh?


Terinspirasi dari lagu 'Terlambat' dari Adera

Selasa, 26 Februari 2013

23:56 GMT+7

Kamar Sarijadi


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 20 Februari 2013

kecengan

Suatu hari, aku buka jejaring sosial dan mendapati recent update tentang dirinya di laman beranda jejaring sosialku. Tanpa sadar, aku klik link menuju laman profilnya.

Ya Rabb.. Aku keceplosan lagi.. Astagfirullah..

Aku merasa sedikit bersalah, karena kepo pada hal yang sama sekali bukan urusanku. Tapi, karena akses internet yang cukup lancar pada saat itu,seketika aku sudah berada di laman profilnya.

Hem.. Agak kecewa juga. Dia tidak banyak berubah akvitas online nya. Hanya adding friends saja. Cukup sedih. Tapi entah apa sebetulnya membuatku sedih. Atau, mungkin bukan sedih, tapi perasaan lain yang tidak meningkatkan hormon serotonin, padahal ada ekspetasi kesana.

Kesimpulannya, dia memang sulit di ekspetasi. Hem...

***


Sudah tiga tahun. Tiga tahun saat aku tidak menyangka semua terjadi seperti saat ini. Bukan sebuah first sight yang sesungguhnya sih, tapi saat mata kami saling bertatapan tanpa sengaja, sejak saat itu juga semua berubah. Aku tak pernah menyapa ataupun menegurnya lagi, dan juga sebaliknya. Semua terasa kelu dan kaku. Aneh.

Sesaat, sedikit GR menyelimuti hati. Mungkinkah dia juga? Ah, tapi ku lihat, kami berberbeda, meski dalam beberapa hal ku dapati kami sama, tapi beda. Apakah beda ini harus yang membuat tarikan antar kutub saling tarik menarik? Apakah persamaan ini yang membuat kita saling mendapati?


Hei, kamu, yang membaca tulisan ini, kami berbeda. Beda yang menurutku, sebagai manusia bodoh, tidak mungkin menyatu. Dan mungkin tidak akan pernah menyatu kecuali ada perubahan dia menjadi lebih baik. Kenapa harus dia yang berubah? Tidak mungkin aku yang harus berubah mendekatinya, tapi menjauhi Allah, Tuhanku, Tuhan semesta alam, dengan keyakinan ku akan kebenaran. Meski aku bukan yg paling benar, tapi aku ingin kesana.

Padahal sudah begitu jelas, tapi sampai detik ini, masih takut dan enggan, menghapusnya. Meski  semua sudah begitu jelas. Astagfirullah...

***


Aku ingat, doaku saat terakhir kali, aku berkesempatan bertemu dengannya, tiga tahun lalu...

Ya Rabb, jangan pernah buat kami akrab, sebelum kau izinkan itu semua, sebelum itu halal. Aku harap ada nikmat hidayahMu yang sama, yang kami rasakan, yang akhirnya menyatukan kami pada tujuan yang sama, yaitu Engkau, ridhoMu.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 12 Februari 2013

cerpen : saat cinta bertepuk sebelah tangan

"Kenapa kamu tidak mencari kebahagian yang lain? Daripada kamu terus mengharapkanku!"

"Aku tidak mengharapkanmu membalas cintaku."

"Lantas?"

"Aku hanya perlu mencintaimu."

"Selama itu terjadi, kamu tidak akan pernah bahagia, Nad. Carilah kebahagiaan yang lain!"

"Kebahagiaanku ada, hanya ketika aku mencintaimu."

"Nad, aku mohon..."

"Aku juga memohon kepadamu, Ar.."

Ari putus asa dan meninggalkanku duduk sendiri di taman. Ya, aku sudah biasa, Ar. Ditinggalkanmu, dicampakan olehmu.

***

Ari dan Beti menyapaku. Ekspresi dan sapaan mereka biasa saja, seolah tidak pernah terjadi apapun. Ya, itu lebih baik. Daripada salah satu dari mereka, merasa bersalah dan meninggalkan kebahagiaan versi mereka saat ini. Bagaimanapun Ari sudah pernah bersama Beti, sahabatku. Jadi aku tidak akan pernah bersama Ari, kapanpun. Aku usahakan. Selamanya Beti adalah sahabatku. Tapi Ari bisa jadi masa lalu ku, maupun Beti. Yang jelas, Ari tidak akan pernah menjadi masa kini, maupun masa depanku.

***

Aku ikut merasakan sakitnya Beti, ketika ia harus memutuskan hubungan percintaannya dengan Ari. Ari bukan laki-laki yang baik, sudah kuduga. 6 tahun menjalin cinta, akhirnya kandas karena cinta lain bersemi di hati Ari. Dan Ari tak bisa menyangkalnya. Sementara, rasa cintanya pada Beti, sudah tak membara seperti dulu. Dasar lelaki.

Bersama erangan dan air mata Beti, aku rasa cintaku pada Ari sudah menguap. Tanpa bekas. Hanya kenangan.

"A.. A.. Aku..u.. ga..ak bisa.. Nad!"

"Kamu boleh merasa sakit sekarang Beti. Tapi jangan pernah kamu mengingat rasa sakit itu. Biar waktu yang membawa cinta dan rasa sakit itu. Jangan pernah ingin melupakannya. Tapi jangan pernah mengingatnya besok. Oke?"

Beti masih segukan dengan erangan dari tangisnya. Jilbabku basah oleh air mata Beti. Tapi setelah aku cuci, dan aku jemur besok semua akan kering, tak berbekas. Semua.

***

Kering itu, aku rasakan kembali,saat di sebuah pelaminan, kulihat suamiku dengan seorang wanita sedang menyalami para tamu. Aku tersenyum sesak. Aku sendiri tak tahu apa yang kurasakan. Saat suamiku bilang ia jatuh cinta lagi, tapi dia bilang masih ada aku dihatinya, aku mengizinkannya untuk menikah. Toh, aku juga tak bisa memberikan keturunan setelah 15 tahun pernikahan.

Rasanya seperti dejavu, saat suamiku menanyakan sebuah hal,

"Apakah kamu sedih?"

"Apa kamu mencintaiku?"

"Tidak pernah berubah sejak aku memutuskan menikah denganmu.."

"Apa kamu akan mencintaiku?"

"Sejujurnya, sulit bagiku untuk tidak akan mencintaimu.."

"Kalau begitu biarkan aku bahagia dengan mencintaimu, sebagai seorang yang halal aku cintai, Mas."

Suamiku memeluku.

Aku diam dan tersenyum, yang aku sendiri tak tahu artinya.


Published with Blogger-droid v2.0.4