Selasa, 12 Februari 2013

cerpen : saat cinta bertepuk sebelah tangan

"Kenapa kamu tidak mencari kebahagian yang lain? Daripada kamu terus mengharapkanku!"

"Aku tidak mengharapkanmu membalas cintaku."

"Lantas?"

"Aku hanya perlu mencintaimu."

"Selama itu terjadi, kamu tidak akan pernah bahagia, Nad. Carilah kebahagiaan yang lain!"

"Kebahagiaanku ada, hanya ketika aku mencintaimu."

"Nad, aku mohon..."

"Aku juga memohon kepadamu, Ar.."

Ari putus asa dan meninggalkanku duduk sendiri di taman. Ya, aku sudah biasa, Ar. Ditinggalkanmu, dicampakan olehmu.

***

Ari dan Beti menyapaku. Ekspresi dan sapaan mereka biasa saja, seolah tidak pernah terjadi apapun. Ya, itu lebih baik. Daripada salah satu dari mereka, merasa bersalah dan meninggalkan kebahagiaan versi mereka saat ini. Bagaimanapun Ari sudah pernah bersama Beti, sahabatku. Jadi aku tidak akan pernah bersama Ari, kapanpun. Aku usahakan. Selamanya Beti adalah sahabatku. Tapi Ari bisa jadi masa lalu ku, maupun Beti. Yang jelas, Ari tidak akan pernah menjadi masa kini, maupun masa depanku.

***

Aku ikut merasakan sakitnya Beti, ketika ia harus memutuskan hubungan percintaannya dengan Ari. Ari bukan laki-laki yang baik, sudah kuduga. 6 tahun menjalin cinta, akhirnya kandas karena cinta lain bersemi di hati Ari. Dan Ari tak bisa menyangkalnya. Sementara, rasa cintanya pada Beti, sudah tak membara seperti dulu. Dasar lelaki.

Bersama erangan dan air mata Beti, aku rasa cintaku pada Ari sudah menguap. Tanpa bekas. Hanya kenangan.

"A.. A.. Aku..u.. ga..ak bisa.. Nad!"

"Kamu boleh merasa sakit sekarang Beti. Tapi jangan pernah kamu mengingat rasa sakit itu. Biar waktu yang membawa cinta dan rasa sakit itu. Jangan pernah ingin melupakannya. Tapi jangan pernah mengingatnya besok. Oke?"

Beti masih segukan dengan erangan dari tangisnya. Jilbabku basah oleh air mata Beti. Tapi setelah aku cuci, dan aku jemur besok semua akan kering, tak berbekas. Semua.

***

Kering itu, aku rasakan kembali,saat di sebuah pelaminan, kulihat suamiku dengan seorang wanita sedang menyalami para tamu. Aku tersenyum sesak. Aku sendiri tak tahu apa yang kurasakan. Saat suamiku bilang ia jatuh cinta lagi, tapi dia bilang masih ada aku dihatinya, aku mengizinkannya untuk menikah. Toh, aku juga tak bisa memberikan keturunan setelah 15 tahun pernikahan.

Rasanya seperti dejavu, saat suamiku menanyakan sebuah hal,

"Apakah kamu sedih?"

"Apa kamu mencintaiku?"

"Tidak pernah berubah sejak aku memutuskan menikah denganmu.."

"Apa kamu akan mencintaiku?"

"Sejujurnya, sulit bagiku untuk tidak akan mencintaimu.."

"Kalau begitu biarkan aku bahagia dengan mencintaimu, sebagai seorang yang halal aku cintai, Mas."

Suamiku memeluku.

Aku diam dan tersenyum, yang aku sendiri tak tahu artinya.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar: